- AWAL BERDIRINYA
Hie (Tio) Kok Liong adalah seorang perantau Kristen dari Tiongkok. Pada tahun 1942 di rumahnya (pabrik es) diadakan Persekutuan Doa (Bidston) Rumah Tangga setiap hari Kamis dan Minggu yang dilayani oleh Pdt. Kolintama Johanes. Hie Kok Liong mengajak sahabat, rekan dan kenalan untuk bergabung sehingga dari 6 orang anggota persekutuan menjadi 30-an orang. Kenyataan ini mendorong Hie Kok Liong dan rekan-rekannya untuk membentuk diri menjadi gereja sehingga pada tahun itu juga mereka memasang papan nama “GEREDJA PINKSTER GEMEENTE JEROESALIM ROHANI (KIE TOK KAUW HWEE)” . Pengunjung kebaktian semakin meningkat hingga ± 60 orang, tempat untuk ibadah kurang sehingga Hie Kok Liong memakai gudang sewaannya di jalan Barito 91 – atas dorongan pemiliknya yaitu Tan Swie Thiat – dibangun gedung sederhana yang bahannya dibeli dari rumah jadi di Ngawi. Tepat pada tanggal 25 Desember 1942 diadakan kebaktian Natal di gedung tersebut walaupun tembok belum jadi dan lantai masih tanah. Tanggal inilah yang dijadikan patokan berdirinya GKI Madiun. Gereja Pantekosta ini mengadakan kebaktian tiap hari Kamis dan Minggu, dalam kiprahnya yang menampilkan mujijat dan penyembuhan banyak menarik perhatian sehingga anggota gereja mencapai ± 150 orang membuat gedung menjadi penuh. Gereja ini juga sangat misioner, ia membuka Pos PI / Cabang di Madiun (Klegen), di Magetan (Barat – Maospati) dan di Ponorogo (Badegan/Dangkrang – Sumoroto).
- MENJADI THKTKH HINGGA GKI MADIUN
Akhir tahun 1944 ibadah gereja menjadi terlalu kharismatik, ibadah dimulai pukul 19.00 berlangsung sampai dini hari bahkan kadang sampai jam 5 pagi dan sering terjadi jemaat kerasukan roh lalu pingsan. Peristiwa ini sering terjadi membuat Hie Kok Liong dan rekan – rekan menentang cara ibadah seperti ini dan meminta Pendeta K. Johanes untuk menghentikan cara – cara ini namun Pendeta K. Johanes tidak mau. Keadaaan ini malah memicu perpecahan gereja karena ada yang memihak Pendeta dan ada pula pendukung Hie Kok Liong dan rekan-rekannya. Karena tidak ada jalan temu, akhirnya Pendeta K. Johanes diminta mengundurkan diri sehingga gereja menjadi tidak berpendeta. Tetangga Hie Kok Liong menawarkan saudaranya seorang pendeta yang sudah pensiun yang tinggal di Ngerong – Magetan untuk membantu pelayanan gereja. Hie Kok Liong, anaknya dan rekan – rekan lalu bertandang ke Ngerong untuk melamar, beliau adalah Oei Soei Tiong, usianya hampir 70 tahun namun beliau bersedia membantu pelayanan kebaktian tiap minggu. Bulan Juni 1945 Oei Soei Tiong mulai melayani serta melakukan penataan dan perombakan gereja antara lain :
- Nama gereja diganti menjadi Tiong Hwa Ki Tok Kau Hwee (THKTKH) yang beraliran Reformasi, ibadah tenang dan memakai liturgi, diadakan sakramen Baptisan Anak serta Perjamuan Kudus.
- Diadakan Buku Induk Anggota Gereja (Stamboek) yang mencatat keanggotaan gereja.
Namun baru 9 bulan melayani, beliau meninggal dunia di Ngerong dan dikuburkan di Pemakaman Madiun.
Pelayanan gereja kemudian dibantu oleh Oei Sioe Djin (s.d. Februari 1947). Pada bulan Mei 1949 THKTKH Madiun diakui sebagai gereja anggota Sinode THKTKH Jawa Timur. Sejak saat itu pelayanan gereja dibantu oleh pendeta konsulen, namun GKJW Madiun yang paling sering diminta bantuannya. Ketika Sinode THKTKH Jawa Timur pecah karena perbedaan bahasa, Gereja Madiun memilih menjadi anggota Sinode Gereja Kristen Indonesia (GKI) yang berbahasa Indonesia.